Laman

Selasa, 28 April 2015

Pemeriksaan Golongan Darah

Pemeriksaan Golongan Darah

Pemeriksaan Golongan Darah
Pemeriksaan Golongan Darah

Pemeriksaan Golongan Darah ABO

Pemeriksaan Golongan Darah ABO pertama kali ditemukan oleh seorang ahli Patologi Amerika kelahiran Austria yang bernama Karl Landsteiner, pada tahun 1900an. Antigen utama dalam sistem ABO ini disebut dengan antigen A dan antigen B dan antibodi utama adalah anti - A dan anti - B. Gen yang menentukan ada tidaknya aktivitas A atau B terdapat pada kromosom nomor 9. Pada Orang normal yang berumur di atas 6 bulan selalu mempunyai antibodi yang dapat bereaksi dengan antigen A atau B apabila antigen bersangkutan tidak terdapat dalam erihtrositnya sendiri.

Pemeriksaan Golongan Darah sistem ABO
 ini dapat dibagi menjadi empat golongan darah, yaitu :
  • Golongan darah A : Erythrosit mengandung aglutinogen A dan serum mengandung aglutinin anti B
  • Golongan darah B : Erythrosit mengandung aglutinogen B dan serum mengandung aglutinin anti A
  • Golongan darah O : Erythrosit tidak mengandung aglutinogen dan serum mengandung aglutinin anti A dan aglutinin anti B
  • Golongan darah AB : Erythrosit mengandung aglutinogen A dan aglutinogen B sedangkan pada serum tidak mengandung aglutinin apapun.
Meskipun anti - A dan anti - B bereaksi secara spesifik dan kuat dengan erytrosit yang relevan serta adanya rangsangan untuk pembentukan anti - A dan anti - B tidak ditimbulkan oleh erytrosit itu sendiri. Pada Orang-orang dengan golongan darah A hanya membentuk anti-B dan mereka dengan golongan darah B hanya dapat membentuk anti-A. Sedangkan Orang-orang dengan golongan darah O mempunyai baik anti-A maupun anti-B didalamnya, dan yang golongan darah AB tidak memiliki anti-A dan anti-B.

Pemeriksaan Golongan Darah

Cara Menetukan Antigen dan Aglutinogen pada Pemeriksaan Golongan Darah ABO


Anti - A dan anti - B pada Pemeriksaan Golongan Darah ABO ini merupakan aglutinin yang kuat dan mudah dinyatakan pada pemeriksaan laboratorium. Aglutinin ini dapat dengan cepat menghancurkan erytrosit tidak kompatibel yang masuk dalam sirkulasi melalui aktivitas komplemen. Satu-satunya cara erytrosit inkompatibel golongan darah ABO masuk dalam sirkulasi adalah melalui transfusi darh yang salah, kecuali pada beberapa kasus dimana erytrosit janin masuk kedalam sirkulasi darah ibu pada waktu hamil atau pada saat melahirkan.

Reaksi transfusi hemolitik pada umumnya bisa disebabkan oleh kesalahan dalam identifikasi penderita atau kesalahan sampel darah penderita, donor dan atau kesalahan administrasi. Penetapan golongan darah adalah menentukan jenis aglutinogen yang terdapatdalam darah. Disamping itu juga dilakukan penetapan jenis aglutinin yang terdapat dalam serum (Reverse Grouping dan Serum Grouping).  Terdapat beberapa cara untuk menentukan golongan darah seperti dengan cara Objek glass dan dengan cara Tabung.

Pemeriksaan Darah Lengkap

Pemeriksaan Darah Lengkap

Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan Darah Lengkap

Pengertian Pemeriksaan Darah Lengkap 

Pemeriksaan darah lengkap (complete blood count/blood panel) adalah jenis pemeriksan yang dapat memberikan informasi tentang sel-sel darah pada pasien. Pemeriksaan Hitung darah lengkap ini digunakan sebagai tes skrining yang luas untuk memeriksa gangguan seperti anemia, adanya infeksi serta banyak penyakit lainnya.

Sel-sel yang beredar di dalam aliran darah dapat dibagi menjadi tiga macam jenis, yaitu sel darah putih (leucosit), sel darah merah (erytrosit) dan platelet (trombosit). Bila Tinggi atau rendahnya hasil penghitungan mungkin menunjukkan adanya berbagai macam kelainan, jenis penyakit atau status kesehatan pasien.

Pemeriksaan darah lengkap merupakan tes penyaring terhadap : 
1) Kelainan sel darah (anemia, leukemia)
2) Adanya infeksi (bakterial, virus)
3) Kelainan perdarahan. 

Panel Pemeriksaan Darah Lengkap

Hitung darah lengkap terdiri dari beberapa panel pemeriksaan, yaitu :

Hitung leukosit / white blood cell count (WBC). Pemeriksaan Hitung leukosit adalah jumlah leukosit per milimeterkubik atau mikroliter darah. (Baca Juga : Interpretasi Hasil Leukosit)

Hitung jenis leukosit / differential cell count. Hitung jenis leukosit digunakan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis leukosit. Terdapat lima jenis leukosit, masing-masing dengan fungsi tersendiri dalam melindungi tubuh dari infeksi. Jenis dari Sel-sel tersebut adalah  limfosit, monosit, neutrofil, eosinofil, serta basofil.(Baca Juga : Interpretasi Hasil Sel Darah Merah)

Hitung erytrosit / red blood cell count (RBC) Hitung eritrosit adalah jumlah eritrosit per milimeterkubik atau mikroliter dalah.

Jumlah Kadar hemoglobin (Hb) Hemoglobin merupakan protein yang berfungsi sebagai pembawa oksigen dalam darah.

Kadar Hematokrit (Hct/Hmt) Hematokrit merupakan persentase erytrosit dalam volume tertentu darah.

Mean corpuscular volume (MCV) adalah ukuran atau volume rata-rata eritroit. MCV meningkat jika erytrosit lebih besar dari biasanya (makrositik), Misalnya pada penderita anemia karena kekurangan vitamin B12. Menurunnya kadar MCV ini jika erytrosit lebih kecil dari biasanya (mikrositik) seperti pada anemia karena kekurangan zat besi.

Mean corpuscular hemoglobin (MCH) adalah jumlah rata-rata hemoglobin dalam erytrosit. Erytrosit yang lebih besar (makrositik) cenderung memiliki MCH yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika pada erytrosit yang lebih kecil (mikrositik) akan memiliki nilai MCH yang lebih rendah.

Mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) adalah perhitungan rata-rata konsentrasi hemoglobin di dalam erytrosit. MCHC menurun (hipokromia) dijumpai pada kondisi di mana hemoglobin abnormal diencerkan di dalam erytrosit, seperti pada anemia dan kekurangan zat besi dalam thalasemia. Adanya Peningkatan MCHC (hiperkromia) terdapat pada kondisi di mana hemoglobin abnormal terkonsentrasi di dalam erytrosit, seperti pada pasien yang mengalami luka bakar dan sferositosis bawaan.

Red cell distribution width (RDW) adalah variasi ukuran erytrosit. Pada beberapa kasus anemia, seperti anemia pernisiosa, variasi dalam ukuran erytrosit (anisositosis) bersama dengan variasi dalam bentuk (poikilositosis) dapat menyebabkan peningkatan RDW.

Hitung trombosit / platelet count  adalah jumlah trombosit/platelet per milimeterkubik atau mikroliter darah.

Mean platelet volume (MPV) adalah ukuran rata-rata trombosit dalam darah. Trombosit baru lebih besar, dan peningkatan MPV terjadi ketika terjadi peningkatan jumlah platelet yang sedang diproduksi. Sebaliknya adanya penurunan MPV merupakan indikasi penurunan jumlah trombosit (trombositopenia).

Platelet distribution width (PDW)
 merupakan indikasi variasi ukuran trombosit yang dapat menjadi tanda pelepasan platelet aktif.

Pemeriksaan darah lengkap umumnya telah menggunakan mesin penghitung otomatis yang disebut hematology analyzer. Pemeriksaan dengan menggunakan mesin penghitung otomatis dapat memberikan hasil yang cepat. Akan tetapi analyzer memiliki keterbatasan ketika terdapat sel yang abnormal, seperti banyak dijumpainya sel-sel yang belum matang pada leukemia, adanya infeksi bakterial, sepsis dan lain sebagainya. Atau, ketika jumlah sel sangat tinggi sehingga analyzer tidak dapat menghitungnya. Untuk keadaan seperti ini, pemeriksaan manual sangat diperlukan.

Keuntungan dari penghitungan manual adalah bahwa karena mesin penghitung otomatis tidak dapat diandalkan dalam menghitung sel abnormal. Untuk itu diperlukan pemeriksaan manual terhadap apusan darah. Dilakukan Pemeriksaan secara mikroskopik akan memberikan informasi mengenai leukosit-leukosit yang abnormal dan variasi bentuk erytrosit. Pemeriksaan manual juga dapat memberikan informasi mengenai adanya jenis sel lain yang biasanya tidak dijumpai dalam darah tepi, misalnya pada sel plasma. Selain itu adanya trombosit yang meng-gerombol (clumps) yang dapat menyebabkan rendahnya jumlah trombosit pada pemeriksaan, otomatis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan apusan darah.

Pemeriksaan manual menjadi pilihan untuk dilakukan dalam kasus jumlah sel yang sangat tinggi dimana analyzer tidak mampu menghitungnya. Pemeriksaan manual ini darah diencerkan dulu dengan tingkat pengenceran yang lebih tinggi.

Pemeriksaan Sel LE

Pemeriksaan Sel LE

Pemeriksaan Sel LE

Pemeriksaan Sel LE Pada lupus eritematosus disseminata atau lupus eritematosus sistemik (SLE), terdapat autoantibodi (faktor LE) dalam fraksi gamma globulin yang berpengaruh terhadap leukosit yang telah mengalami kerusakan.  Adanya Autoantibodi yang mengarah ke sel LE mengikat histon pada inti sel.  Selanjutnya Lekosit itu berubah menjadi massa yang homogen dan bulat yang kemudian difagositkan oleh  sel lekosit polymorfonuclear normal.
Sel LE pertama kali ditemukan pada tahun 1948 oleh hematologist klinis Amerika yang bernama Malcolm Hargraves dan Robert Morton bersama seorang teknisi laboratorium Helen Richmond. Mereka mengamati dua fenomena yang tidak biasa terjadi pada beberapa sediaan sumsum tulang  yang mereka sebut sebagai “sel tart” dan “sel LE”.
 
Pemeriksaan Sel LE ini terutama digunakan untuk mendiagnosis lupus eritematosus sistemik (SLE). Sekitar 50% sampai 75% dari pasien dengan lupus mempunyai hasil tes yang positif. Namun beberapa pasien dengan kondisi skleroderma , rheumatoid arthritis dan drug induced lupus erythematosus juga memiliki tes sel LE positif juga.

Prosedur Pemeriksaan Sel LE

Pemeriksaan sel LE dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara, yaitu : dengan menggunakan cara Magath dan Winkle (modifikasi dari Zimmer dan Hargraves), caraZinkham dan Conley dan cara Mudrick.

Prosedur Kerja Pemeriksaan Sel LE dengan Cara Magath dan Winkle (modifikasi dariZimmer dan Hargraves)

Dikumpulkan darah vena 8 - 10 ml lalu biarkan darah tersebut membeku dalam tabung kering dan bersih. Darah tersebut dibiarkan 2 jam pada suhu kamar atau 30 menit dalam pengeram dengan suhu 37 Derajat Celcius. Pisahkan bekuan dari serum lalu bekuan itu digerus lalu disaring melalui saringan kawat tembaga. Kemudian Hasil saringan tersebut dimasukkan dalam tabung Wintrobe dan dipusingkan pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Kemudian Buang serum bagian atas dan ambil lapisan sel paling atas (buffycoat) dengan pipet pastur lalu diteteskan di atas obyek glass dan buat sediaan apus. Selanjutnya warnai sediaan dengan larutan pewarna Giemsa atau Wright dan mulai untuk mencari sel-sel LE di bawah mikroskop.

Prosedur Kerja Pemeriksaan Sel LE dengan Cara Zinkham dan Conley

Dikumpulkan darah vena 8 - 10 ml dan biarkan pada suhu kamar selama 90 menit. Darah tersebut  dikocok dengan alat rotator selama 30 menit. darah dimasukkan ke dalam tabung Wintrobe dan pusingkan selam 10 menit  pada kecepatan 3000 rpm. Lalu buat sediaan apus seperti cara di atas.
 
Prosedur Kerja dengan Cara Mudrick
 
Diambil darah kapiler lalu dimasukkan ke dalam tabung kapiler yang telah dilapisi heparin seperti yang dipakai untuk mikrohematokrit. Kemudian Tutuplah salah satu ujung tabung tersebut dengan dempul dan pusingkan selama 1 menit dengan menggunakan centrifuge mikrohematokrit. Selanjutnya Masukkan kawat baja halus ke dalam tabung kapiler lalu diputar-putarlah kawat itu untuk mencampur buffycoat dengan plasma darah serta  untuk merusak lekosit-lekosit. Lakukan Inkubasi selama 30 menit pada suhu 37 derajat celcius  atau biarkan selama 2 jam pada suhu kamar. Selanjutnya Pusingkan lagi seperti cara di atas. Patahkan tabung kapiler dekat lapisan buffycoat lalu sentuhkan ujung tabung yang dipatahkan tersebut  ke permukaan kaca obyek dan buatlah sediaan apus. Sediaan diwarnai dengan pewarnaan Giemsa atau Wright dan diperiksa di bawah mikroskop untuk mencari sel-sel LE.

Sel LE tampak sebagai massa homogen yang difagositkan oleh lekosit polymorphonuclear. Sel-sel LE ini sering tampak seperti kue tart, sehingga disebut sel tart. Adanya Massa homogen yang dikelilingi oleh banyak se lekosit polymorphonuclear ini dikenal dengan nama sel rosette dan sel ini dianggap sebagai sel LE yang belum sempurna atau sel pre-LE.

Pembentukan sel LE berlaku in vitro saja karena memerlukan adanya sel-sel lekosit yang telah rusak. Teknik membuat sediaan ini sangat berpengaruh terhadap hasil laboratorium.

Interpretasi Hasil Pemeriksaan Sel LE

Adanya sel LE merupakan bukti adanya autoantibodi atau faktor LE. Tidak ditemukannya  sel LE bukan berarti tidak adanya penyakit SLE pada pasien tersebut. Tes sel LE kini jarang dilakukan karena sekarang tes yang lebih baik telah ada untuk membantu mendiagnosis lupus.

Interpretasi Hasil pemeriksaan RF

Interpretasi Hasil pemeriksaan RF


Interpretasi Hasil pemeriksaan RF

Faktor reumatoid atau rheumatoid factor (RF) adalah immunoglobulin yang bereaksi dengan molekul IgG. Dikarenakan penderita juga mengandung molekul IgG dalam serum, maka RF termasuk autoantibodi. Penyebab timbulnya RF ini belum diketahui secara pasti, walaupun aktivasi komplemen akibat adanya interaksi RF dengan IgG memegang peranan penting pada kasus rematik artritis (rheumatoid arthritis, RA) serta penyakit-penyakit lain dengan RF positif. Adapun sebagian besar RF adalah IgM, akan tetapi dapat juga berupa IgG atau IgA.

Interpretasi Hasil pemeriksaan Rheumatoid Factor (RF)


Hasil pemeriksaan RF positif dapat ditemukan pada 80% penderita rematik artritis. Jumlah Kadar RF yang sangat tinggi menandakan adanya prognosis yang buruk dengan kelainan sendi yang berat serta kemungkinan adanya  komplikasi sistemik.

RF dapat sering dijumpai pada penyakit autoimun lain, seperti hanlnya pada LE, dermatomiositis dan scleroderma, tetapi jumlah kadarnya biasanya lebih rendah jika dibanding dengan kadar RF pada penderita rematik arthritis. Jumlah kadar RF yang rendah juga dapat dijumpai pada penyakit non-imunologis dan juga pada  orang tua (di atas umur 65 tahun).

Pemeriksaan RF tidak digunakan untuk pemantauan pengobatan, hal ini dikarenakan hasil tes sering dijumpai tetap positif meskipun telah terjadi pemulihan secara klinis. Selain itu, diperlukan waktu sekitar 6 bulan untuk peningkatan titer yang signifikan. Sedangkan untuk diagnosis dan evaluasi RA dapat juga digunakan tes CRP dan ANA.

Pemeriksaan RF untuk serum penderita dapat diperiksa dengan menggunakan metode latex aglutinasi atau nephelometry.


Interpretasi  Hasil Nilai Rujukan Pemeriksaan RF



Pada Orang Dewasa Untuk penyakit inflamasi kronis; 1/20 - 1/80 positif untuk keadaan rheumatoid arthritis dan untuk penyakit lain; > 1/80 positif untuk rheumatoid arthritis.
Pada Anak-anak : biasanya tidak dilakukan
Pada Lansia : Biasanya perjadi sedikit meningkat

Nilai rujukan untuk pemeriksaan RF mungkin bisa berbeda-beda untuk tiap laboratorium, tergantung metode yang digunakan.


Masalah Klinis pada 
Hasil pemeriksaan RF

Terjadi Peningkatan Kadar : Penyakit rematik arthritis, LE, scleroderma, dermatomiositis, leukemia, mononucleosis infeksiosa, tuberculosis, sarkoidosis, hepatitis, sirosis hati, infeksi kronis, sifilis dan faktor lansia.

Hal-hal yang dapat mempengaruhi temuan uji laboratorium :
  • Hasil pemeriksaan RF sering tetap didapati positif tanpa terpengaruh apakah telah terjadi pemulihan klinis.
  • Hasil pemeriksaan RF bisa positif pada berbagai jenis masalah klinis seperti penyakit kolagen, sirosis hati atau kanker.
  • Pada lansia dapat mengalami peningkatan titer RF meski tanpa menderita penyakit apapun.
  • Pengaruh sensitivitas dan spesifisitas pada uji skrining ini temuan positif harus diinterpretasikan berdasarkan bukti yang ditemukan dalam status klinis pasien.

Interpretasi Hasil Pemeriksaan HBA1C

Interpretasi Hasil Pemeriksaan HBA1C

Interpretasi Hasil Pemeriksaan HBA1C

Interpretasi Hasil Pemeriksaan HBA1C. Pengukuran kadar glukosa darah hanya memberikan informasi mengenai homeostasis glukosa yang sesaat dan tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi pengendalian glukosa jangka panjang (misalnya pada beberapa minggu sebelumnya). Untuk keperluan ini dilakukan pengukuran hemoglobin terglikosilasi dalam eritrosit atau juga dinamakan hemoglobin glikosilat atau hemoglobin A1c (HbA1c).

Pengertian dan Cara Interpretasi Hasil Pemeriksaan HBA1C


Glikosilasi adalah apabila hemoglobin bercampur dengan larutan dengan kadar glukosa sangat tinggi serta rantai beta molekul hemoglobin mengikat satu gugus glukosa secara irreversibel. Glikosilasi dapat terjadi secara spontan dalam sirkulasi dan tingkat glikosilasi ini meningkat apabila kadar glukosa dalam darah tinggi. Pada orang normal, sekitar 4-6% hemoglobin mengalami glikosilasi menjadi hemoglobin glikosilat atau hemoglobin A1c. Pada kasus hiperglikemia yang berkepanjangan, dapat meningkatkan kadar hemoglobin A1c hingga 18-20%. Glikosilasi tidak mengganggu kemampuan hemoglobin dalam hal mengangkut oksigen, akan tetapi kadar hemoglobin A1c yang tinggi mencerminkan kurangnya pengendalian diabetes selama 3-5 minggu sebelumnya. Setelah jumlah kadar normoglikemik menjadi stabil maka kadar hemoglobin A1c kembali normal dalam waktu sekitar 3 minggu.

Karena HbA1c terkandung dalam eritrosit yang hidup sekitar 3 – 4 bulan, maka HbA1c dapat mencerminkan pengendalian metabolisme glukosa selama 100 – 120 hri sebelumnya. Hal ini lebih menguntungkan secara klinis karena memberikan informasi yang lebih jelas tentang keadaan penderita dan seberapa efektif terapi diabetik yang diberikan. Peningkatan kadar HbA1c > 8% mengindikasikan diabetes mellitus yang tidak terkendali sehingga menyebabkan  penderita berisiko tinggi dapat mengalami berbagai macam komplikasi jangka panjang seperti nefropati, neuropati, retinopati, dan/atau kardiopati.

Interpretasi Hasil Pemeriksaan HBA1C
Kriteria Nilai HBA1C

Eritrosit yang tua karena berada dalam sirkulasi lebih lama dari pada sel-sel eritrosit yang masih muda memiliki kadar HbA1c yang lebih tinggi. Penurunan hasil palsu kadar HbA1c bisa disebabkan oleh penurunan dari jumlah eritrosit total. Pada penderita dengan gejala hemolisis episodik  atau kronis, darah dapat mengandung lebih banyak eritrosit muda sehingga jumlah kadar HbA1c dapat dijumpai dalam kadar yang sangat rendah. Adanya Glikohemoglobin total dalam darah merupakan indikator yang lebih baik untuk pengendalian terhadap penyakit diabetes pada penderita yang mengalami anemia ataupun kehilangan darah.

Prosedur Pemeriksaan HBA1C

Hemoglobin glikosilat  atau yang dikenal dengan Pemeriksaan HbA1C dapat diukur kadarnya dengan menggunakan beberapa metode, seperti kromatografi afinitas, metode elektroforesis, immunoassay, atau metode afinitas boronat. Spesimen / sampel yang digunakan untuk Pemeriksaan HbA1C adalah : darah kapiler atau vena dengan menggunakan antikoagulan (EDTA, Na sitrat, atau heparin).
Hindari adanya hemolisis pada saat  pengumpulan sampel. Sangat dianjurkan untuk menjaga batasan asupan karbohidrat sebelum dilakukan uji laboratorium.


Nilai Normal Serta Interpretasi Hasil Pemeriksaan HBA1C


Orang normal :  4,0 – 6,0 %
DM terkontrol baik :  kurang dari 7%
DM terkontrol lumayan :  7,0 – 8,0 %
DM tidak terkontrol :  > 8,0 %
Nilai Hasil rujukan dapat berlainan Pada setiap laboratorium tergantung dari metode yang digunakan.

Masalah Klinis 

Terjadi Peningkatan kadar : Diabetes Mellitus yang  tidak terkendali, hiperglikemia, Diabetes Mellitus yang baru terdiagnosis, ingesti alkohol, Faktor kehamilan, hemodialisis.

Pengaruh obat seperti : asupan kortison jangka panjang, ACTH.

Penurunan kadar : adanya anemia (pernisiosa, hemolitik, sel sabit), penyakit talasemia, kehilangan darah jangka panjang, penyakit gagal ginjal kronis.